Masjid Agung Majalaya Kabupaten Bandung

Sebagai sebuah bangunan cagar budaya, Masjid Agung Majalaya ini memang sepatutnya dilestarikan keasliannya.

Masjid Agung Majalaya merupakan Masjid yang berada di pusat kota Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasinya berada di tengah keramaian pasar tengah Majalaya, bersebelahan dengan Kantor Urusan Agama kecamatan Majalaya dan Alun Alun kota Majalaya. Di Lingkungan Masjid Agung Majalaya ini juga menjadi tempat berkantornya Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Badan Amil Zakat (BAZ) Kecamatan Majalaya.

Majalaya merupakan salah Desa sekaligus juga nama kecamatan di kabupaten Bandung, provinsi Jawa Barat. Secara geografis, Majalaya berada diketinggian sekitar 683 meter dari permukaan laut sehingga udara di kota ini cukup sejuk dibandingkan dengan kawasan pantai Jawa Barat. Di era tahun 1960-an, Majalaya sempat dijuluki sebagai kota Dolar sebagai akibat dari kemajuan ekonominya yang luar biasa pesat. Di pusat kota Majalaya ini sudah sejak jaman penjajahan Belanda telah berdiri sebuah Masjid Agung bersebelahan dengan Alun Alun Kota.

Masjid Agung Majalaya
Jalan Masjid Agung No.13, Majalaya,
Kec. Majalaya, Kab. Bandung
Prov. Jawa Barat 40392. Indonesia
koordinat: 7°2'58"S   107°45'38"E



Masjid Agung Majalaya memiliki  gaya yang mirip dengan Masjid Demak di Jawa Tengah dengan atap limas bertumpang empat. Pada setiap tingkatan terdapat jendela jendela kaca berukuran kecil sebagai sumber cahaya alami disiang hari. Bagian atap atau sirap Masjid berasal dari Kalimantan. Di dalam masjid terdapat empat sokoguru menyangga struktut atap tumpangnya. Masing masing sokoguru berbentuk bulat berdiameter sekitar 50 cm, pada bagian bawah tiang terdapat umpak berbentuk segi empat berwarna putih berukuran 80 cm x 80 cm x 105 cm yang berasal dari Demak.

Ruang utama masjid berukuran 14,70 m x 14,70 m. Pintu masuk ke ruang utama berada di sisi timur, berukuran lebar 1,95 m dan tinggi 2,23 m. Sementara di sisi utara dan selatan terdapat dua pintu masuk lainnya. Pintu masuk ini berbentuk lengkung pada bagian atasnya, yang serupa dengan elemen bangunan masjid di kawasan Timur Tengah. Pintu kiri dan kanan masjid ini masing masing mengarah ke area tempat berwudhu, dan hanya dua pintu ini yang selalu dibuka sepanjang waktu.

Ruang utama  dikelilingi oleh serambi dengan jendela-jendela pada dindingnya. Ruang mihrab masjid ini cukup unik. Bagian atapnya berbentuk setengah bola, yang terlihat dari bagian yang menonjol diluar bangunan. Bagian atap sebelah dalam tersusun dari kayu. Pada dinding mihrab terdapat hiasan dekoratif berbentuk lengkung warna hijau di bagian sudutnya.

Interior Masjid Agung Majalaya

Batu bata yang dipakai untuk membangun masjid ini menggunakan batu bata press sayati (Kopo Sayati) dipakai untuk bagian dalam bangunan, sedangkan bagian luar menggunakan bata press buatan pabrik milik Belanda yang berada di Ujung Berung. Lantai masjid bagian dalam masjid ini sama seperti yang digunakan di Masjid Cipaganti dan SMPN 5 Bandung masih terawat dengan baik.

Di teras masjid ini terdapat kentongan (kohkol) yang diberi nama Gemper Sekaten yang dibuat pada 24 Juni 1941. Kohkol yang dipesan langsung oleh Hernawan Soemaryo terbuat dari kayu jati Jepara dan memiliki panjang sekira 1,70 meter. Waktu itu, masyarakat yang mau membunyikan kohkol itu dikenakan tarif sebesar satu benggol (sakeuntreung sabenggol).

Sejarah Masjid Agung Majalaya

Masjid Agung Majalaya pada mulanya merupakan sebuah suaru kecil dari bambu beralaskan tembok berdiri diatas tanah wakaf Rd H. Tubagus Zainudin. Di tahun 1939 bangunan tersebut dibongkar dan dibangun ulang dengan ukuran yang lebih besar atas usulan dari Kades Majalaya H.Abdul Gafur dan didukung oleh Rd. Hernawan Soemarjo sebagai asisten wedana (camat) pada waktu itu. Rd.H. Kosasih (Desa Cibodas) kemudian terpilih sebagai ketua panitia pembangunan dibantu oleh Rd. Dendadibrata (Desa Panyadap) sebagai sekretaris dan Ijradinata (Desa Majalaya) sebagai bendahara.

Genper Sekaten
Pembangunan dimulai tahun 1940 dengan dana awal 15.000 Gulden diperoleh dari anggota panitia yang sebagian merupakan para pengusaha. Proses pembangunannya melibatkan arsitek Ir. Suhamir, lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB). Biaya pembangunan masjid juga diperoleh dengan menggalang sedekah amal jariyah dari masyarakat di Kecamatan Majalaya. Masyarakat juga menyetor bahan bangunan seperti batu dan pasir. Bahkan Rd. Hernawan Soemarjo berinisiatif beserta aparat desa berkeliling naik sepeda ontel hias mengajak masyarakat menyumbang masjid. 

Tahun 1942 bangunan Masjid berserta tempat berwudlu selesai dan mulai dipakai masyarakat. Namun pada tahun yang sama setelah pecah Perang Dunia ke-2, pembangunan Masjid terhenti sementara karena sebagian masyarakat Majalaya mengungsi. Bahkan beberapa bagian Masjid rusak akibat terkena tembakan peluru pesawat Belanda.

Tahun 1944, masjid sempat menjadi markas dan basis pertahanan Tentara Rakyat Indonesia (TRI) di Majalaya. Baru setelah Kemerdekaan pembangunan dan pengumpulan dana Masjid dimulai kembali. Selain  itu dibangun balai nikah di sebelah utara Masjid. Tahun 1950-an jendela-jendela Masjid yang tadinya hanya berupa lubang dipasang kaca dan jendela yang terbuat dari kayu jati. Tahun 1982 tempat wudlu dipindahkan ke sebelah barat Masjid.  Enam tahun berikutnya, karena jemaah semakin banyak kolam yang mengelilingi Masjid diubah menjadi Serambi (bale). Tempat wudlu diperbaiki dan jumlah toilet diperbanyak.***

Referensi


Comments

Popular posts from this blog

Masjid Raya Tanjung Pasir

Masjid Namira Lamongan

Menilik Keindahan Sepuluh Masjid Terapung di Indonesia (Bagian 1)