Masjid Agung Cianjur
Sekilas lalu bangunan utama Masjid Agung Cianjur ini memiliki kemiripan dengan Masjid Agung Karawang, meski dibangun pada era yang berbeda. |
Kabupaten Cianjur telah lama dikenal dengan Istana Kepresidenan Cipanas, wana wisana Gunung Gede Pangrango beserta dengan Taman Cibodas di kakinya, Taman Bunga Nusantara menyusul kemudian ditetapkannya Situs Megalit Gunung Padang sebagai objek wisata Nasional mencuatkan nama Cianjur ke dunia Internasional. Cianjur juga memiliki Masjid Agung Megah yang menjadi salah satu Ikon kabupaten Cianjur yang juga merupakan bangunan bersejarah
Lokasinya tak jauh dari alun-alun, pendopo, dan kantor pos Cianjur. Masjid agung berlanggam khas Nusantara satu komplek dengan ruang pertemuan, alun-alun sebagai area publik, hingga kantor pemerintahan yang merupakan salah satu ciri dari landskap perkotaan sejak era Kesultanan di Nusantara, dimana masjid menjadi satu kesatuan bersama dengan alun alun, pasar dan kedaton (pusat pemerintahan).
Gaya perpaduan modern dan klasik Nusantara cukup kental terlihat di luar maupun di dalam masjid. Yang paling khas adalah bentuk atapnya yang mempertahankan model lama. berupa atap limas berdenah segi empat dengan sebuah kubah kecil di puncaknya. Pertama kali dibangun tahun 1810. Setelah mengalami 7 kali renovasi dan perluasan, kini Masjid Agung Cianjur mampu menampung sekitar 4000 jamaah dengan total luas area 2.500 m2. Meski kini telah mengalami beberapa kali renovasi dan perluasan, nafas sejarahnya masih kental terasa.
Masjid Agung Cianjur
Jl. Siti Jenab No. 14, kelurahan Pamoyanan
Kec. Cianjur, Kab. Cianjur 43211.
Jawa Barat - Indonesia
.
Masjid Agung Cianjur memiliki tiga pintu utama dan masing masing pintu ini diberi nama. Pintu utama yang bernama Babul Marhamah berada di bagian timur dua pintu lainnya masing masing berada di sisi selatan bernama Babussalam dan pintu Utara bernamaBabussakinah. Nama nama pintu ini terpampang diatas masing masing pintu, itu sebabnya sekilas lalu para traveler kadangkala menyebut nama masjid ini sesuai dengan nama yang tertulis di atas pintu masjid ini sehingga memunculkan beragam varian nama pada masjid ini. Masjid Agung Cianjur juga pernah menyabet anugerah sebagai Mesjid terbaik di Jawa Barat baik dalam pengelolaannya maupun kemegahannya.
Sejarah Masjid Agung Cianjur
Masjid Agung Cianjur, pertama kali dibangun oleh masyarakat Cianjur tahun 1810 M di atas tanah wakaf Ny. Raden Bodedar anak dari Kangjeng Dalem Sabiruddin yang merupakan Bupati Cianjur ke-4. (namun sayang nama-nama orang yang pertamakali membangunnya tidak tercatat). Semula ukurannya sangat kecil. Sekitar tahun 1820 M, pertamakali dilakukan perbaikan dan peluasan, sehingga ukurannya menjadi 20 x 20 M2 atau seluas 400 M2.
Perbaikan dan perluasan dilakukan oleh cucu Dalem Sabirudin yakni Penghulu Gede, Raden Muhammad Hoesein Bin Syekh Abdullah Rifai. Syekh Abdullah Rifai adalah anak dari Muhammad Hoesein yang berdarah Arab dan Banten dari keturunan Bayu Suryaningrat, beliau juga merupakan Penghulu Agung Pertama Cianjur sekaligus menantu dari Kanjeng Dalem Sabiruddin, beliau menikah dengan NYR Mojanegara Binti Dalem Sabirudin.
Tahun 1879, masjid ini hancur hingga luluh lantak akibat letusan Gunung Gede. Dalam peristiwa tersebut merenggut korban yang cukup banyak, salah satunya adalah ulama Cianjur, R.H. Idris bin R.H. Muhyi (Ayah dari KRH Muhammad Nuh, seorang ulama besar Cianjur), yang bertempat tinggal di daerah kampung Kaum Kidul.
Tahun 1880 atau satu tahun setelah peristiwa letusan Gunung Gede, Mesjid Agung Cianjur kembali dibangun oleh RH Soelaeman, yang pada waktu itu memegang posisi sebagai penghulu Agung bersama RH Ma'mun bin RH Hoessein atau lebih dikenal dengan nama Juragan Guru Waas, juga dibantu oleh masyarakat Cianjur. Kala itu Masjid Agung mengalami perubahan bentuk dan dilakukan kembali perluasan bangunannya. Sehingga luasnya mencapai 1.030 M2.
Tahun 1912, ketika masjid berusia 32 tahun kembali dilakukan perbaikan dan perluasan di antaranya oleh RH Moch Said Penghulu Agung Cianjur, Isa al-Cholid salah seorang guru thorekat, RH Tolhah Bin RH Ein al-Cholid dan H Akiya Bin Darham, penduduk Cianjur keturunan Kudus.
Interior Masjid Agung Cianjur |
Mesjid Agung Cianjur juga mengalami beberapa kali renovasi dan perluasan. Meskipun demikian, sepanjang tahun 1950 hingga 1974, bentuk arsitekturnya tetap dipertahankan, yaitu bangunan dengan atap persegi. Hingga saat ini, Masjid Agung Cianjur tercatat sudah tujuh kali mengalami perbaikan. Perbaikan total terahir menghabiskan biaya Rp 7,5 miliar, pelaksanaannya mulai 2 Agustus 1993 sampai 1 Januari 1998 dan diresmikan pada tanggal 13 Juli 1998.
Masjid Agung Cianjur ini terkenal dengan kumandang adzan yang begitu merdu dari atas menara. Dulu, Muadzin yang terkenal pada masa itu di antaranya R. Muslihat (alm), seorang pengurus mesjid dan muadzin tetap Mesjid Agung Cianjur, penduduk Jalan Bojongmeron, Warujajar, serta RH Duduh (alm) Bagian Keuangan KUA Kabupaten Cianjur penduduk Jalan Oto Iskandardinata I Bojongherang, Buniwangi. Meskipun pada waktu itu belum begitu dikenal kumandang adzan bergaya Surabaya atau Yogyakarta, apalagi Mekah. Di Masjid Agung Cianjur kumandang suara adzan para muadzin tersebut hingga kini belum ada tandingannya.
Referensi
https://su.wikipedia.org/wiki/Masjid_Agung_Cianjur (berbahasa Sunda)
Comments
Post a Comment