Masjid Muhammad Cheng Ho Purbalingga


Pertama kali Rosulullah S.A.W membangun masjid, hanya menggunakan material bangunan dari pohon kurma, pelepah dan daunnya, bangunan masjid yang teramat sederhana sebagai tempat berkumpul untuk melaksanakan sholat berjamaah dan pusat ke-Islaman. Masjid yang kini berubah menjadi Mega Masjid dikebal dengan Masjid Nabawi. Di kemudian hari bangunan bangunan masjid bertebaran di muka bumi dibangun dengan beragam bentuk sesuai dengan adat dan tradisi muslim setempat. Masjid dengan Gaya Tiongkok yang mirip Kelenteng seperti Masjid di Purbalingga ini  menambah khazanah perbendaharaan rancangan masjid masjid di Indonesia dan dunia Islam pada umumnya.

Kabupaten Purbalingga provinsi Jawa Tengah. Salah satu kabupaten yang di anugerahi keindahan panorama alam gunung Slamet. Di kota ini sudah bermukim beberapa generasi etnis Thionghoa yang sudah menjadi bagian dari masyarakat disana, dalam keseharianpun mereka fasih berbahasa Jawa.

Sejak tahun 2011 yang lalu Purbalinga memiliki satu masjid unik yang dibangun oleh Muslim Thionghoa disana. Masjid dengan bentuk mirip Klenteng yang sangat khas. Menambah khasanah bangunan masjid serupa yang telah ada di tanah air, dan tentu saja menambah khasanah kekayaan arsitektur Masjid di Nusantara tercinta.

Masjid Muhammad Cheng Ho Purbalingga
Desa Selaganggeng Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga, provinsi Jawa Tengah
Indonesia



Di beberapa kota di Indonesia yang memiliki keterkaitan sejarah dengan Laksamana Cheng Ho sudah berdiri masjid serupa dengan nama yang sama, yakni di kota Palembang ibukota provinsi Sumatera Selatan, di Kota Jambi provinsi  Jambi, Pasururuan dan Kota Surabaya provinsi Jawa Timur dan di Kabupaten Gowa provinsi Sulawesi Selatan.

Selain dari masjid masjid tersebut, di Indonesia juga sudah berdiri masjid masjid dengan arsitektur mirip kelenteng namun tidak dengan nama Cheng Ho, diantaranya adalah Masjid Latze Pasar Baru Jakarta, masjid Lautze-2 di kota Bandung provinsi Jawa Barat, Masjid Tan Kok Liong di dalam komplek pesantren Ustadz Anton Medan di Cibinong provinsi Jawa Barat, dan Masjid di Komplek Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Malang.

Kesemua masjid yang bergaya bangunan tradisional Tiongkok tersebut tidak lantas berarti hanya boleh dipakai dan digunakan oleh Muslim Tionghoa saja. Tapi sebagaimana fungsi masjid, keseluruhan masjid tersebut dibangun untuk digunakan oleh seluruh kaum muslimin tanpa memandang suku, bangsa, ras, wana kulit, golongan dan lain sebagainya, sama halnya dengan Masjid Cheng Ho Purbalingga ini.

Megah dengan gaya kelenteng.
Masjid Cheng Hoo Purbalingga ini mulai dibangun tahun 2005 sempat terhenti di tahun 2006 karena berbagai kendala, dan diresmikan enam tahun kemudian tepatnya tanggal 5 Juli 2011 bertepatan dengan 3 Sya’ban 1432H oleh H.A Zaky Arslan Djunaid selaku Ketua Umum Koperasi Simpan Pinjam (Kospin) JASA

Pembangunan masjid ini diprakarsai oleh Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) sebagai wadah kegiatan ke-Islaman dan dakwah bagi masyarakat muslimTionghoa terutama para mualaf di daerah Purbalingga. Muslim Thionghoa di Purbalingga ada sekitar 130-an orang mereka tersebar di 18 kecamatan, berdirinya masjid ini diharapkan bisa lebih memajukan Purbalingga khususnya dibidang dakwah Islam.

Sekilas tentang Laksamana Cheng Ho

Haji Muhammad Cheng Ho (1371-1435) memiliki berbagai varian nama diantaranya Ma He, Ma San Bao, Sam Po Bo atau Haji Mahmud Shams adalah seorang Laksamana Muslim dari kekaisaran ketiga Dinasti Ming. Beliau berasal dari suku Hui yang secara fisik mirip dengan suku Han, sempat ditangkap saat pasukan Dinasti Ming menaklukkan Yunan.

Masjid Muhammad Cheng Ho Purbalingga ini bukan satu satunya masjid dengan gaya bangunan Kelenteng, Masjid yang serupa juga sudah tersebar di berbagai kota dan kabupaten di Indonesia.
Cheng Ho kemudian menjadi Laksamana armada angkatan laut dinasti Ming yang melegenda dengan perjalanan keliling dunia yang dilakukannya ke berbagai pelabuhan laut di kawasan Asia Tenggara, Asia Selatan hingga ke Afrika Timur dari tahun 1405 hingga tahun 1433. Dunia Internasional kini bahkan telah mengakui beliau sebagai pengeliling dunia pertama jauh sebelum para penjelajah Eropa manapun.

Perjalanannya ke berbagai kepulauan Nusantara meninggalkan jejak yang masih bisa ditemui hingga kini. Sebagai salah satu contoh, rekam jejaknya di wilayah barat pulau Jawa menjadi pembuka jalan bagi dakwah Islam di wilayah kerajaan Pajajaran. Disetiap perjalanannya Laksamana Cheng Ho selalu membawa mubaligh bagi para anggota ekspedisinya yang beragama Islam. Salah seorang mubaligh yang menyertai ekspedisinya bernama Syekh Hasanudin, dalam pelayaran pertama-nya ke Nusantara, Syech hasanuddin sempat singgah di wilayah Cirebon.

Dalam pelayaran keduanya ke Nusantara, Syech Hasanudin dan rombongan mendarat di wilayah (yang kini dikenal sebagai) kabupaten Karawang di provinsi Jawa Barat yang pada saat itu masih menjadi wilayah Kerajaan Pajajaran. Syech Hasanudin bersama dengan Syech Bentong kemudian mendirikan pesantren yang dikenal dengan nama Pondok Quro dan Syech Hasanuddin dikenal dengan nama Syech Quro karena ke-mahiran-nya melantunkan ayat suci Al-Qur’an. Dari pondok Quro itulah Islam kemudian menyebar ke wilayah Pajajaran dengan menikahnya Pangeran Jaya Dewata putra Mahkota Kerajaan Pajajaran dengan Subang Larang, salah satu santriwati dari Syech Quro.

Lapazd ALLAH di langit langit ruang utama masjid.
Bermula dari sana di kemudian hari berdirilah Kesultanan Cirebon melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pajajaran, tak lama setelah berdirinya Kesultanan Demak dengan dukungan dari para Wali. Pendiri dan Sultan Pertama di Kesultanan Cirobon adalah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati yang tak lain adalah cucu kandung dari Pangeran Jaya Dewata yang saat itu sudah menjadi Mahajara di Kerajaan Pajajaran dengan gelar Sri Baduga Maharaja yang dikenal juga dengan nama Pangeran Pamanah Rasa atau lebih dikenal oleh rakyatnya dengan sebutan Prabu Siliwangi.

Meski di wilayah Jawa Barat masyarakat nya lebih mengenal Syech Quro daripada Laksamana Cheng Ho sebagai tokoh pembawa Islam di wilayah tersebut namun tidak dapat dipungkiri besarnya peranan Sang Laksamana dalam mengantarkan Islam ke wilayah Jawa Barat khususnya dan Nusantara pada umumnya.

Maka wajar bila kemudian di berbagai tempat di Indonesia masyarakat muslim menghormati beliau dengan cara mengabadikan namanya sebagai nama bangunan masjid masjid yang juga dibangun dengan bentuk bangunan tradisional yang biasa ditemui di daerah asal beliau yang kini menjadi bagian dari wilayah Negara Republik Rakyat China.

Referensi


------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga




Comments

Popular posts from this blog

Masjid Raya Tanjung Pasir

Masjid Namira Lamongan

Menilik Keindahan Sepuluh Masjid Terapung di Indonesia (Bagian 1)